8. Rusia
 Hanya kurang dari  separuh penduduk Rusia yang memiliki akses air minum aman. Limbah kota  dan kontaminasi nuklir menambah masalah besar pada sumber air utama.  Rusia di posisi ke-empat untuk pencemaran air terburuk. Peringkat  ke-lima terburuk pada kualitas udara emisi CO2–kualitas udara sama  buruknya dengan kualitas air. Ada lebih dari 200 kota yang sering  melebihi batas polusi Rusia. Peringkat ke-tujuh untuk penangkapan liar  di laut.
7. India

India berada pada  peringkat ke-tiga dunia untuk pencemaran air. Hal ini terjadi sebagai  dampak meningkatnya persaingan air di berbagai sektor, termasuk  pertanian, industri, domestik, minum, pembangkit energi dan lain-lain.  Persaingan ini menyebabkan sumber daya alam berharga menjadi cepat  habis. Polusi air pada negara ini juga menyebabkan penghancuran habitat  satwa liar yang hidup di perairan. India menempati peringkatke-delapan  untuk tiga bidang: spesies terancam, penangkapan liar di laut dan emisi  CO2.
6. Mexico

Meksiko memiliki lebih  banyak spesies tanaman dan hewan dari hampir semua negara lain: 450  mamalia (Brasil, yang lebih dari dua kali ukuran Meksiko hanya memiliki  394 mamalia); sekitar 1000 burung, 693 reptil, 285 amfibi, dan lebih  dari 2000 ikan. Pada pertengahan 1990-an, banyak spesies yang diketahui  sudah terancam: 64 mamalia, 36 burung, 18 reptil, 3 amfibi, dan sekitar  85 ikan. Meksiko tidak bergabung dengan Konvensi Perdagangan  Internasional Spesies Langka (CITES), perjanjian internasional utama  untuk menghentikan perdagangan flora fauna terancam dan hampir punah ,  yang berlaku sejak tahun 1975 hingga tahun 1991. Hal ini menjadikan  Mexico menempati peringkat pertama untuk spesies terancam. Juga  peringkat ke-sembilan pada tingkat kehilangan hutan alam paling banyak  di dunia.
5. Jepang

Jepang menempati  peringkat ke-empat untuk penangkapan ikan di laut. Pada tahun 2004,  jumlah tuna sirip biru Atlantik dewasa yang berada pada umur pemijahan  telah turun menjadi sekitar 19 % dibandingkan pada 1975, yang memiliki  seperempat dari pasokan dunia dari lima besar spesies ikan tuna: sirip  biru, sirip biru selatan, bigeye, madidihang dan Albacore. Setelah  moratorium penangkapan ikan paus komersial pada 1986, pemerintah Jepang  mulai lagi dengan "penangkapan ikan paus untuk tujuan penelitian" pada  tahun berikutnya, penelitian ini didokumentasikan dengan berakhirnya  daging ikan paus tersebut di piring-piring sashimi. Jepang menempati  peringkat ke-lima untuk konversi habitat alam dan pencemaran air, dan  ke-enam untuk emisi CO2.
4. Indonesia

Menurut Global Forest  Watch, Indonesia adalah wilayah padat hutan pada 1950, namun 40 % dari  hutan yang ada pada 1950 tersebut telah hilang hanya dalam waktu 50  tahun berikutnya. Jika dibulatkan, Hutan hujan tropis di Imdonesia  jumlahnya jatuh dari 162 juta ha menjadi hanya 98 juta ha saja . Untuk  ini, Indonesia menempati peringkat ke-dua di hilangnya hutan alam, efek  ini menyebabkan indonesia menempati peringkat ke-tiga tempat untuk  spesies terancam. Indonesia menempati peringkat ke-tiga untuk emisi CO2,  ke-enam untuk penangkapan di laut, ke-enam untuk penggunaan pupuk, dan  ke-tujuh untuk pencemaran air.
3. China

Perairan pesisir Cina  semakin tercemar oleh segala sesuatu mulai dari minyak, pestisida, dan  air limbah. Pencemaran ini membantu Cina mendapatkan peringkat pertama  untuk pencemaran air di dunia. Di Cina, 20 juta orang tidak memiliki  akses terhadap air minum bersih; lebih dari 70 persen dari danau dan  sungai tercemar, dan insiden polusi besar terjadi di dekat rumah-rumah.  Organisasi Kesehatan Dunia baru-baru ini memperkirakan bahwa hampir 100  ribu orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang bersumber dari  polusi air. Di China, kepentingan pembangunan ekonomi selalu lebih  dimenangkan atas usaha penjagaan dan perlindungan lingkungan.
2. USA

Meskipun Amerika  menempati peringkat 211 terbaik untuk konversi tempat tinggal dan  menghormati alam, namun banyak perilaku buruknya yang melampaui  negara-negara lain. Dalam hal ini Amerika adalah pengguna terbesar dalam  penggunaan pupuk dan nitrogen, fosfor dan potassium (NPK). Penggunaan  pupuk yang berlebihan mengakibatkan pencemaran bahan kimia ke dalam air  tanah, bahkan mengubah atau menghancurkan habitat alam. Amerika Serikat  juga berada pada peringkat pertama untuk emisi CO2, peringkat ke-dua  sebagai tempat polusi air, tempat ke-tiga untuk penangkapan ikan di  laut, dan ke-sembilan tempat untuk spesies terancam.
1. Brazil

Dari semua tujuh  kategori yang dipertimbangkan untuk hasil penelitian ini, Brasil berada  dalam semua peringkat sepuluh besar dalam kategori penyumbang kerusakan  terbesar di bumi, kecuali penangkapan ikan di laut. Peringkat pertama  untuk kehilangan hutan alam, tempat ke-tiga untuk menggunakan pupuk,  posisi ke-empat untuk spesies terancam, posisi ke-empat untuk emisi CO2,  dan tempat ke-delapan untuk polusi air . Untuk apakah perusakan  lingkungan yang luar biasa ini ditujukan? Sebagian besar kerusakan hutan  di Brasil terkait erat dengan hutan hujan Amazon yang luas (digambarkan  di atas) pembukaan lahan untuk pastureland oleh kepentingan komersial  dan spekulatif, kebijakan pemerintah yang salah arah, tidak sesuai  proyek Bank Dunia.
Ditambah eksploitasi komersial sumber daya hutan menjadi lahan Kedelai dan tanaman kakao dan peternakan. Bertambahnya populasi manusia di Brazil (saat ini diperkirakan hampir 7 miliar dan diproyeksikan akan mencapai 9-10 milyar pada tahun 2050), kualitas hidup manusia akan menurun secara substansial dalam waktu dekat. Meningkatnya kompetisi untuk sumber daya akan menyebabkan perselisihan dan perang sipil akan lebih sering. Lanjutan degradasi lingkungan ini menuntut negara-negara lain di dunia untuk membantu Brazil dalam konservasi dan restorasi lingkungan.
Ditambah eksploitasi komersial sumber daya hutan menjadi lahan Kedelai dan tanaman kakao dan peternakan. Bertambahnya populasi manusia di Brazil (saat ini diperkirakan hampir 7 miliar dan diproyeksikan akan mencapai 9-10 milyar pada tahun 2050), kualitas hidup manusia akan menurun secara substansial dalam waktu dekat. Meningkatnya kompetisi untuk sumber daya akan menyebabkan perselisihan dan perang sipil akan lebih sering. Lanjutan degradasi lingkungan ini menuntut negara-negara lain di dunia untuk membantu Brazil dalam konservasi dan restorasi lingkungan.
