Indeks Artikel

Misteri makam yang diyakini ibunda Gajah Mada bergaya Islam

Jumat, Januari 05, 2018 11:17 WIB


Merdeka.com - Dalam cerita rakyat di Lamongan disebutkan, Gajah Mada merupakan buah hati Raden Wijaya dengan selirnya bernama Dewi Andong Sari. Meski cerita ini memerlukan penelitian mendalam untuk menguji kebenarannya, makam yang berada di puncak bukit Gunung Ratu, Kecamatan Ngimbang, Lamongan ini diyakini masyarakat sekitar sebagai pusara ibunda Gajah Mada.

Makam tersebut berada di bangunan utama berbentuk rumah yang berada di sebelah kiri jalan kompleks puncak gunung. Pintu masuknya bergaya Jawa dengan dua daun pintu. Begitu masuk ke dalam, aroma dupa dan wangi kembang langsung menusuk hidung.

Pusara berada di tengah bangunan, dikelilingi lima pohon yang badannya menjulang tinggi menembus genteng rumah. tembok rumah dan pohon diselimuti oleh bendera merah putih. Seperti simbol bahwa yang terbaring adalah orang penting dari sosok yang telah mempersatukan Nusantara.

Tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa makam tersebut benar Dewi Andong Sari selir raja Raden Wijaya. Sebuah pusara dengan segudang tanda tanya.

Hanya ada tulisan di sebuah marmer yang menghadap ke selatan 'Pesarean Ejang Ratu Dewi Andong Sari Ibunda Mahapatih Gajah Mada'. Di depannya, terdapat puntung dupa sisa-sisa rapalan para pengunjung yang datang dengan ragam permintaan.

Hampir semua bangunan makam diselimuti oleh kain batik dan mori putih. Tengah pusara sengaja dibiarkan berlubang. Menurut penuturan Jumain, lubang panjang ini untuk memudahkan keperluan pengunjung selama di makam.

Misteri yang belum terpecahkan hingga saat ini adalah gaya nisan yang menyerupai kubah masjid, dan posisi makam yang menghadap ke utara seperti makam umat Islam pada umumnya. Terkait posisi makam ini, juga dibenarkan oleh Jumain. Tetapi apakah ini menunjukkan bahwa si jenazah umat muslim juga perlu pembuktian lagi.

"Iya ini memang (kepala jenazah) menghadap ke utara. Sebelum dipugar, makam ini hanya ditandai dengan tumpukan batu," ujar Jumain kepada wartawan merdeka.com Ya'cob Billiocta beberapa waktu tanpa menjelaskan lebih rinci.

Terdapat tiga payung khas Bali di bagian utara pusara, dua berwarna kuning emas dan satu berwarna putih ukurannya lebih besar dan berada di tengah. Jumain menuturkan asal muasal payung ini, menurutnya ke tiga payung ini dibawa oleh salah satu pengunjung yang mengaku bermimpi dan diminta membawa payung Bali ke kuburan.


Dia melanjutkan, sebelum dipugar makam hanya ditandai dengan tumpukan batu. Jumain mengaku sebagai keturunan ketujuh yang menjaga kompleks pemakaman di Gunung Ratu.

Di sebelah kanan jalan kompleks pemakaman, terdapat dua pusara yang terlihat berjejer yaitu Kucing Condromowo dan Garangan Putih. Keduanya dalam cerita merupakan teman dalam pengasingan Dewi Andong.

Berjarak sekitar 300 meter dari makam sebelah barat gunung, terdapat Sendang Sidowayah yang diyakini sebagai tempat Dewi Andong Sari mandi dan mengambil air sesaat sebelum tragedi berdarah antara kucing, garangan dan ular yang memperebutkan bayi Dewi Andong Sari.

Lokasi sendang berada di sempalan jalan utama, berupa jalan setapak becek, penuh semak belukar dan diapit pohon-pohon besar di kanan kiri.

Sendang ini berukuran mungil dan airnya dangkal, namun airnya begitu jernih. Di tengah sendang terdapat tumpukan batu. Saat penulis ke sana, terdapat sisa-sisa dupa, arang dan bunga-bunga di atas potongan daun pisang yang mulai layu.

Sendang ini disatukan dengan bangunan kecil yang digunakan sebagai penutup untuk mandi, tapi tanpa atap. Tidak ada bukti-bukti tertulis terkait keberadaan sendang tersebut.