Indeks Artikel

Mansaa, Adat dan Seni Bela Diri Wakatobi

Selasa, Oktober 06, 2015 20:57 WIB
Suku Dunia ~ Tak hanya terkenal dengan keindahan lautnya, Wakatobi juga kaya dengan tradisi dan budaya. Salah satunya adalah seni bela diri Mansaa (silat kampong). Mansaa merupakan masih kental dilakoni masyarakat Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Di Kaledupa, tradisi itu diperagakan saat menyambut hari raya idul fitri, sementara masyarakat Tomia umumnya menghelat tradisi ini setelah Shalat Idul Adha. Namun, baik proses hingga pelaksanaannya tak ada yang berbeda.

Ilustrasi Mansaa
Jika di Kaledupa atau di Tomia dilakukan pada saat memperingati hari raya umat Islam, di pulau Wangi-Wangi sendiri, Mansaa bisa dipentaskan sebagian masyarakat usai acara-acara resmi. Baik usai shalat Id juga acara pernikahan, sunatan masal atau bahkan dilakukan saat pesta rakyat. Mansaa biasanya dilakukan sore hari. Mansaa memiliki gaya silat yang unik. Bisa juga melibatkan kekuatan tenaga dalam. Gaya silat atau Mansaa ini dari nenek moyang hingga generasi kekinian masih tetap sama. Tetap terjaga dengan gaya bela diri yang mengandalkan kaki dan tangan. Mansaa merupakan seni bela diri yang popular di Wakatobi. Melahirkan jurus dan teknik permainan yang bahkan berbeda dengan logika.

Mansaa boleh dikata hampir sama dengan tradisi Posepaa. Bedanya, jika Posepaa dilakukan oleh dua kubu yang terdiri dari puluhan orang, Mansaa justru dilakukan oleh sepasang anak muda atau orang tua yang melakukan aksi silatnya yang dikelilingi oleh ratusan penonton atau masyarakat. Mansaa yang juga dinamai silat kampung dan dimainkan para pria muda maupun anak-anak serta orang tua merupakan rangkaian budaya yang dipelihara sejak dulu hingga sekarang. Budaya ini masih kental di masyarakat setempat yang memiliki makna dan tujuan yang sama. Kendati harus menggunakan kekuatan fisik, namun budaya yang satu ini diyakini mampu memupuk silaturahim antar sesama.

Dikenalkan Sejak Dini Kepada Anak-Anak

Mansaa merupakan seni bela diri yang melibatkan kekuatan fisik, yakni tangan yang memukul dan kaki yang menendang. Mungkin sebagian orang yang belum akrab dengan budaya ini menganggap Mansaa sebagai ajang pukul memukul atau tendang-menendang yang tidak pantas dipertontonkan di khalayak ramai. Namun, masyarakat Wakatobi menilainya berbeda. Permainan Mansaa bahkan disaksikan oleh anak-anak. Sejak dini anak-anak maupun remaja di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara dikenalkan dan diajarkan permainan yang satu ini. Tujuannya untuk menjaga diri (beladiri) ketika dihadang musuh, juga mempererat hubungan silaturahim dengan sesamanya. Melibatkan anak-anak tentu punya resiko, tapi jika dibarengi dengan nasehat dan wejangan, maka mereka akan menilainya secara positif.

Selain itu, para pendahulu atau tokoh adat berharap Mansaa maupun sejumlah tradsi lainnya bisa dijaga kelestariannya oleh generasi saat ini. Bahkan dengan berkembangnya teknologi bisa saja memudarkan sejarah dan budaya dari daerah tersebut. Untuk itu, agar tetap awet di mata masyarakat, Mansaa telah dikenalkan sejak dini kepada anak-anak. Budaya dari berbagai daerah dimana pun tentu memiliki makna yang baik. Begitu pula Mansaa ini. Keterlibatan anak-anak maupun remaja punya nilai tersendiri. Mereka harus paham dengan budaya yang dimiliki oleh daerahnya.

Mansaa Dihelat di Lapangan Terbuka

Tradisi Mansaa biasanya dihelat di tengah lapangan atau tempat terbuka. Karena selain pemain silat yang butuh tempat lapang, masyarakat cukup antusias untuk menyaksikan budaya yang satu ini. Bahkan ratusan masyarakat selalu memadati lapangan lalu membentuk lingkaran besar agar pemain Mansaa leluasa memperagakan jurus-jurusnya. Mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa hingga orang tua pun tak mau ketinggalan menyaksikannya. Keterlibatan masyarakat ini sebenarnya muncul dengan sendirinya. Bahkan tak ada pemberitahuan secara resmi, biasanya sebelum acara dimlai masyarakat sudah memadati arena permainan. Selain gong dan gendang yang menjadi penyemangat para pemain silat, ramainya penonton juga punya peran penting dalam menyemangati pelakon dalam permainan yang mengandalkan tangan dan kaki ini.

Kalau masyarakat yang nonton banyak, biasanya kita juga gugup kalau kita ada di tengah-tengah mereka. Mereka penting karena kadang kita semangat, tapi kalau kita sudah dijatuhkan lawan maka siap-siap mental kita diuji dengan teriakan masyarakat, ujar salah satu seorang pelakon Mansaa. Permainan ini juga diiringi oleh musik gong dan gendang. Permainan musik yang khas daerah seakan menyemangati para pemain silat ini. Melibatkan para tetua (orang tua) mengingat tingkat kerawanannya. Apalagi emosi yang sudah memuncak sulit untuk dilerai sehingga para tetua yang menjadi penengah. Jika terjadi hal yang tak diinginkan, yang merasa dituakan akan selalu memberi wejangan bagi yang bersangkutan agar tidak menyimpan dendam.

Sumber : Koran Harian Kendari Pos.