Indeks Artikel

Saat Peradaban Kuno Memandang Gerhana

Rabu, Maret 09, 2016 16:31 WIB
Banyak peristiwa alam yang terjadi di bumi ini, ada yang nampak menakutkan tetapi ada pula yang nampak indah. Salah satunya adalah gerhana, baik itu matahari dan bulan yang menimbulkan kegelapan di bumi ini untuk sementara waktu. Bagi manusia modern, peristiwa ini harus dinikmati karena keindahannya. Tidak demikian dengan manusia kuno, hadirnya kegelapan ketika peristiwa ini sangat ditakuti. Di beberapa peradaban kuno yang telah maju seperti di Babilonia dan Cina, peristiwa gerhana telah dicatat pada 4.000 tahun yang lalu. Sementara itu, Mesir telah mengamati peristiwa ini sejak 4.5000 tahun yang lalu.
Perhitungan astronomi memungkinkan para astronom untuk menghitung tanggal dan jalannya gerhana terakhir dengan akurasi yang besar. Beberapa catatan gerhana kuno sangat akurat dan signifikan. Para astronom telah memeriksa catatan gerhana kuno untuk mengukur tingkat putaran bumi pada porosnya selama ribuan tahun.


Cina Kuno
Dalam keyakinan bangsa Cina kuno, gerhana matahari dan bulan dianggap sebagai tanda-tanda dari surgawi yang akan meramalkan masa depan Kaisar. Oleh karena itu memprediksi waktu terjadinya gerhana merupakan hal yang penting dalam kelangsungan negara. Pada sekitar 4.000 tahun yang lalu, 2 orang ahli astronomi Cina dijatuhi hukuman mati karena salah memprediksi waktu terjadinya gerhana.
Bangsa Cina percaya bahwa gerhana matahari terjadi karena naga memakan matahari. Demikian pula ketika terjadi gerhana bulan, bahwa bulan dimakan oleh matahari. Istilah gerhana dalam bahasa Cina adalah “Chih” yang artinya makan. Ketika gerhana terjadi, masyarakat Cina kuno akan memukul drum dan panci agar menimbulkan suara keras yang diyakini akan membuat naga takut lalu pergi. Mulai abad ke-19, angkatan laut Cina menembakkan meriam selama gerhana.


Mesopotamia
Astronomi juga telah berkembang di Mesopotamia, yang terletak di dataran antara dua sungai besar Tigris dan Efrat. Seperti astronom China, para astronom Mesopotamia mengamati gerakan Matahari, Bulan dan planet-planet dengan hati-hati dan mencatatnya serta menggagapnya sebagai petunjuk dari surga. Dunia astronomi Mesopotamia telah dianggap memberikan kontribusi luar biasa untuk astronomi kuno.
Tiga catatan gerhana matahari yang terkenal dibuat di Mesopotamia; salah satunya adalah gerhana pasa 3 Mei 1375 SM, yang terlihat di kota Ugarit (kini terletak Suriah). Peristiwa gerhana matahari total "yang merubah  siang menjadii malam" terjadi pada 31 Juli 1036 SM . Sementara itu catatan Asyur untuk gerhana matahari terjadi pada 15 Juni 763 SM yang diamati di kota Niniwe.

Yunani Kuno
Para astronom Yunani kuno telah membuat kontribusi yang luar biasa untuk astronomi dan karya-karya mereka tetap berpengaruh sampai zaman Renaissance. Eratosthenes (276SM-194 SM) memperkirakan keliling Bumi dengan akurasi yang luar biasa dengan mengukur sudut dari bayang-bayang yang terjadi pada siang hari di Aswan dan Alexandria pada hari titik balik matahari musim panas.
Aristarchus ( 320SM-250 SM) membuat perkiraan kasar dari diameter bulan dan mengusulkan model heliosentris pertama. Dalam model ini, Matahari, bukan Bumi, adalah pusat dari alam semesta. Hipparchus (190-120 SM) melakukan pengukuran pertama presesi dan menyusun katalog bintang pertama.

Para astronom Yunani kuno memiliki pengetahuan yang besar juga tentang gerhana. Sebuah fragmen puisi yang dituli Archilochus (680SM-645 SM), yang adalah seorang penyair dan tentara Yunan, tampaknya jelas menggambarkan gerhana matahari total yang tejadi pasa zamannya:

Tidak ada di luar harapan,
tidak ada yang tidak mungkin untuk bisa disumpah,
tidak ada yang indah, karena Zeus,
ayah dari Olympians,
membuat malam dari tengah hari,
menyembunyikan cahaya Matahari bersinar,
dan tiba laki-laki menjadi takut

Herodotus, bapak sejarah dan filsu Yunani, yang hidup pada abad 5 SM, menyebutkan bahwa Thales (624 SM-547 SM), memprediksi gerhana matahari pada 28 Mei 585 SM akan mengakhiri konflik serta peperangan antara Lidia dan Media. Dan kenyataanya hal ini benar terjadi, ketika Lidia dan Media sedang berperang di siang hari, tiba-tiba terjadi gerhana matahari. Setelah gerhana selesai kedua negara ini bersepakat untuk berdamai.

Claudius Ptolemy (ca. 87-150 CE) menulis tentang gerhana dalam karya epiknya “Almagest”. tulisannya menunjukkan bahwa ia mempelajari orbit bulan dengan akurat dan memiliki skema canggih untuk memprediksi gerhana matahari dan bulan.