Suku Dunia ~ Hattam adalah satu kelompok sosial yang merupakan penduduk asal yang berdiam dalam wilayah Kabupaten Manokwari, di Provinsi Papua Barat. Mereka berdiam di sekitar Minyanbow, aliran sungai Inggen, Coisi, Hing, Ngemou, dan terus ke arah selatan di sungai Ngemooh sekitar Anggi. Ke arah timur sampai ke Oransbari dan Ransiki bagian utara. Ke utara sungai Prafi ke hulu sungai Irai, Mokwan, Wrmare sampai Andai.
Wilayah kediaman mereka ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Warmare, Ransiki, dan Oransbari. Mereka hidup dalam lingkungan alam yang sebagian besar masih merupakan hutan. Lingkungan ini mereka tanggapi dengan mata pencaharian utamanya berladang dan berkebun yang dikerjakan secara tradisional, yang dikenal dengan sistem tebang bakar (slash and burn). Sebagai pekerjaan sambilan mereka juga berburu.
Sementara peneliti mengemukakan bahwa kelompok ini merupakan salah satu sub kelompok dari suku bangsa Arfak, sedangkan sub kelompok lainnya adalah orang Manikion, orang Meiyakh, dan orang Moire. Meskipun sub-sub kelompok ini mempunyai persamaan adat istiadat, namun orang Hattam sendiri mempunyai bahasa sendiri yaitu bahasa Hattam atau biasa pula disebut bahasa Atam. Bahasa ini termasuk rumpun bahasa Irian atau dikenal Trans-New Guinea Phylum atau bahasa Non-Austronesia. Para ahli bahasa memperkirakan jumlah penutur bahasa ini bersama dengan bahasa Moire adalah sekitar 12.000 orang. Sebagian besar dari mereka memeluk agama Kristen dan sistem kepercayaan leluhur pun masih tetap hidup dalam menanggapi tantangan-tantangan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada masa terakhir mereka sudah semakin banyak berhubungan dengan kelompok-kelompok lain. Hubungan ini terjadi karena hubungan perkawinan dan perdagangan, dan mereka sendiri memang sering berpindah-pindah karena sistem peladangan berpindah dan yang memungkinkan untuk berdekatan tinggal dengan kelompok lain. Perkampungan mereka dalam keadaan terpencar, yang kadang-kadang dalam satu bukit hanya ada satu atau dua buah rumah.
Kesatuan dari beberapa rumah itu merupakan sebuah kampung yang disebut mema. Isi sebuah rumah atau kampung itu berada dalam satu ikatan genealogis. Selain bangunan rumah untuk tempat tinggal dibangun pula rumah tempat bersalin yang disebut rumah temmoda. Darah wanita yang bersalin akan mengotori rumah tempat tinggal dan penghuninya. Hal itu akan menyebabkan mudah terserang penyakit dan mudah kenah panah dalam peperangan.
Dalam sistem kekerabatan mereka menganut prinsip ambilineal, artinya dalam hal tertentu mereka mempunyai hak pada pihak suami dan dalam hal lainnya ada hak pada pihak istri. Hubungan kekerabatan di samping karena hubungan darah, juga karena hubungan perkawinan.
Sumber : Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia oleh M. Junus Melalatoa