Indeks Artikel

Sejarah Suku Musi Banyuasin

Minggu, Mei 22, 2016 11:39 WIB
Suku Dunia ~ Musi Banyuasin adalah kelompok masyarakat asli yang bermukim di beberapa Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten seluas 25.664 kilometer persegi ini terdiri atas 20 Kecamatan.


Penduduk kabupaten ini pada tahun 1990 diperkirakan berjumlah 883.719 jiwa. Dari jumlah tersebut orang Musi Banyuasin diperkirakan yang terbanyak jumlahnya. Secara keseluruhan penduduk yang tinggal di kabupaten ini sering disebut orang Musi, karena tempat tinggal mereka di sekitar aliran sungai Musi. Tetapi penduduk di wilayah tertentu sering menamakan dirinya dengan sebutan khusus, misalnya yang tinggal di Kecamatan Sekayu sering menyebut diri mereka orang Musi Sekayu.

Orang Musi Banyuasin menggunakan bahasa Musi sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Musi termasuk rumpun bahasa Melayu yang mempunyai ciri-ciri menggunakan bunyi huruf e pada akhir kata, misalnya 'kemana menjadi kemane'. Selain dipakai oleh orang Musi di kabupaten ini, bahasa Musi juga digunakan oleh orang Musi yang berdiam di kabupaten Musi Rawas. Menurut penelitian, wilayah asal bahasa Musi adalah di Kabupaten Banyuasin, terutama di Kecamatan Sekayu, Babat, Toman, Banyu Lincir, Sunhai Lilin, dan Banyuasin Tiga.

Tempat tinggal orang Musi Banyuasin sebagian besar merupakan dataran rendah yang diselingi rawa-rawa. Di sebelah barat merupakan dataran tinggi berhutan lebat yang termasuk bagian Pegunungan Bukit Barisan. Perkampungan orang Musi Banyuasin pada umumnya berada di daerah aliran sungai yang banyak terdapat di daerah tersebut. Sungai terbesar di daerah tersebut adalah Sungai Musi yang memiliki beberapa anak Sungai. Pada masa lalu sungai merupakan jalur transportasi penting di daerah ini. Hingga kini beberapa sungai masih dapat dilayari oleh perahu-perahu motor.

Mata pencaharian pokoknya adalah bertani di sawah dan ladang. Diperkirakan sekitar 95.330 hektar tanah di Kabupaten Musi Banyuasin merupakan lahan persawahan dan perladangan. Hasil pertaniannya adalah padi dan berbagai buah-buahan, seperti duku, rambutan, manggis, jambu mete, dan durian.

Di beberapa daerah penduduk juga bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit dan karet atau di perusahaan tambang minyak bumi. Pekerjaan lainnya adalah menangkap ikan di sungai. Di kecamatan Banyuasin II terdapat perusahaan pembuat kerupuk udan dan ikan. Hasil hutan dari daerah ini meliputi berbagai jenis kayu, seperti kayu unglen, tembesa, petangan, medang, dan meranti.

Dari bentuk keluarga-keluarga batih yang terdapat di dalam masyarakat, orang Musi boleh dikatakan cenderung menjalan prinsip keturunan patrilineal. Dalam tata cara perkawinannya pun dikenal upacara yang disebut 'melerai pengantin', yaitu 'mengarak pengantin' dari rumah mempelai wanita ke rumah mempelai pria. Tetapi kini tidak sedikit keluarga yang mengakui garis keturunan dari kedua belah pihak. Adat menetap sesudah menikahnya pun kini kebanyakan disesuaikan dengan keinginan masing-masing atau sesuai perjanjian sebelum menikah. Seorang ayah bertindak sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup keluarganya. Ia bertugas mengatur dan memimpin musyawarah dalam memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Kaum perempuan bertugas mengatur rumah tangga, misalnya menjaga anak, memasak makanan untuk keluarga dsb.

Sekarang orang Musi Banyuasin dikenal sebagai pemeluk agama Islam. Walaupun demikian, pengaruh kepercayaan tradisional masih terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka masih percaya terhadap berbagai takhayul, tempat-tempat keramat, dan benda-benda berkekuatan gaib. Sehubungan dengan keyakinan tersebut, orang Musi Banyuasin menjalankan berbagai upacara dan pantangan. Setiap kegiatan bercocok tanam selalui didahului dan diakhiri dengan upacara. Selain itu, dalam bertanam juga dikenal berbagai pantangan yang sebagian besar masih dijalankan oleh masyarakat.

Sumber : Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia oleh M. Junus Melalatoa