Tradisi Cari Jodoh Paling Unik Di Indonesia | Kisah Misteri Dunia - Di dunia modern ini, ada banyak cara unik untuk mencari jodoh. Ada yang suka lewat biro jodoh, internet atau harus tabrakan kecil dulu ala pasangan-pasangan di FTV. Mungkin cara cara kurang menarik, karena tradisi semacam itu sudah sangat populer dikalangan masyarakat indonesia. Tapi berbeda dengan cara mencari jodoh ala adat indonesia yang akan saya posting kali ini. Dalam masyarakat tradisional, urusan mencari jodoh banyak diatur atau dilakukan lewat ritual atau peristiwa unik. Berikut adalah 5 tradisi cari jodoh unik di indonesia :
1. Tradisi Geredoan Asal Banyuwangi
Geredoan, merupakan salah satu tradisi paling unik yang disukai masyarakat banyuwangi. Geredoan, menurut Budayawan Banyuwangi, Hasnan Singodimayan merupakan tradisi masyarakat Using untuk mencari jodoh terutama di wilayah Kecamatan Kabat dan Kecamatan Rogojampi . "Gredo ini artinya menggoda. Ini berlaku buat mereka yang gadis, perjaka, duda atau janda. Diadakan bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya sih pada malam hari sebelum paginya selamatan di masjid," jelasnya.
Geredoan ini punya cara unik untuk mencari jodoh atau mendapatkan cinta sejati, ritual ini diikuti oleh para single, bahkan para duda dan janda pun ikut berpartisipasi dalam memeriahkan acara unik ini.
Para wanita bersama keluarganya menyiapkan kue basah dan tumpeng dalam sebuah bangunan bambu. Para pria ada di luar bangunan itu sambil sesekali mengintip para perempuan lewat celah bangunan bambu. Nanti kalau ada yang menarik hati, pria ini akan memasukkan semacam batang lidi ke dalam celah bangunan.
Mereka juga bisa saling bicara meski terpisah sekat bangunan. Nanti di malam hari bila mulai mengalami ketertarikan, pria akan memasukkan batang lidi dalam celah bambu. Kalau ditolak, nanti batang lidinya dipatahkan. Kalau diterima, lidi itu akan dibentuk mirip daun waru.
2. Tradisi Kawin Colong
Cara unik yang kedua yaitu kawin colong, dilihat dari namanya saja sudah unik, bagaimana cara kerjanya ?. Tradisin ini juga berasal dari banyuwangi dan suku yang sama pula, yaitu suku Using. Cara ini mungkin agak sedikit berbeda dengan yang pertama Bedanya, dalam tradisi ini bukan mencari jodoh, namun mendapatkan jodoh yang diinginkan. Tradisi ini juga ada di Banyuwangi. Ini merupakan salah satu cara untuk memperjuangkan cinta yang tak mendapat restu dari orang tua. Sesuai namanya, cara unik ini digunakan untuk nyolong atau mencuri gadis yang disukai lebih dulu.
Suku Osing dan ada juga yang menyebutnya suku Using merupakan penduduk tulen masyarakat Banyuwangi yang juga merupakan penduduk mayoritas di sejumlah kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Suku Osing memiliki berbagai tradisi yang cukup unik seperti mepe kasur, tumpeng sewu, geredoan, kebo-keboan, dan lain sebagainya.
Salah satu radisi lainnya yang dianggap menarik dan unik adalah kawin colongan. Apa itu kawin colongan ? Merupakan sebuah tradisi menculik seorang gadis dari rumah si orang tuanya untuk dinikahi. Tradisi ini memanglah sangat unik, sebab ketika hal semacam ini dianggap sebagai perbuatan kriminal oleh sebagian besar masyarakat, namun ternyata justru menjadi bagian sebuah tradisi turun temurun dari masyarakat Banyuwangi yang masih dipertahankan.
Masyarakat Banyuwangi juga sama sekali tidak menganggap kawin colongan sebagai sebuah tindak kriminal, tapi mereka menganggapnya sebagai satu simbol keberanian dan kejantanan bagi seorang pria dalam menghadapi perseteruan antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan.
3. Tradisi Tarian Emaida Yibu Suku Mee Dipapua
Untuk melakukan emaida Yibu, banyak orang datang memeriakan tarian terutama masyarakat di sekitar ema dan khususnya kaum muda-mudi. Tarian adat emaida yibu ini merupakan momentum yang tepat bagi kaum muda-mudi untuk mencari dan mendapatkan jodoh.
Bukan hanya masyarakat disekitarnya saja yang melakukan tarian emaida yibu, tetapi juga masyarakat dari kampung atau wilayah lain juga datang untuk melakukan emaida yibu. Namun, sebelum dua hari mereka memberitahu kepada Yuwoupuwe bahwa kami dari kampung A dibawa pimpinan B akan datang melakukan emaida yibu. Hal ini perlu dilakukan agar Yuwoupuwe menyiapkan makanan dan rokok serta menyebarkan informasi terkait kedatangan mereka di kalangan masyarakat sekitar ema tersebut.
Sesuai dengan pemberitahuan dua hari kemudian datang melakukan tarian emaida yibu, dan dimulai sekitar pukul 18:30 hingga pagi, namun, sebelum masuk untuk melakukan emaida yibu, melakukan tarian waita di halaman ema tersebut. Dalam proses berlangsungnya tarian emaida yibu, tidak ada hal lain dipikirkan oleh tuah muda, pria dan wanita selain senang menikmati tarian sambil mencari jodoh bagi kaum muda/mudi.
Usai melakukan tarian emaida yibu atau pagi, menyampaikan ucapan terimakasih kepada yuwoupuwe khususnya dan masyarakat disekitar ema pada umumnya.
4. Bibit, Bebet, Bobot, Ala Orang Jawa
Sobat pasti udah kenal dengan istilah jawa tersebut. BIBIT, BEBET, BOBOT, merupakan ketiga istilah yang digunakan orang tua (terutama jawa) sebagai kriteria dalam memilih pasangan hidup.
BIBIT artinya, berasal dari keluarga seperti apa calon pasangan kita. Apakah dari keluarga baik-baik atau bukan.
BEBET artinya, kesiapan seseorang dalam memberi nafkah keluarga. Bebet dititkberatkan pada aspek ekonomi alias harta. Atau, dititikberatkan pula pada kepribadiannya.
BOBOT artinya, kualitas seseorang dalam arti yang luas. Biasanya meliputi aspek pendidikan, akhlak dan agama. Tapi biasanya orang tua sekarang lebih melihat strata pendidikannya,
5. Tradisi Omed Omedan Ciuman Masal Bali
Bagi kebanyakan orang, ciuman di depan umum merupakan hal yang tabu, apalagi jika ditonton ratusan bahkan ribuan orang. Namun tidak bagi pemuda dan pemudi di Pulau Dewata, Bali, terutama paska Hari Raya Nyepi. Mereka berciuman untuk melestarikan sebuah tradisi leluhur.
Bali menyebutnya tradisi Omed-omedan yang berarti tarik-menarik. Sebuah tradisi ciuman massal antara pemuda dan pemudi yang sudah ada sejak abad ke-17. Tradisi ciuman massal ini biasanya diselenggarakan di Desa Sesetan, Denpasar Selatan, Bali.
Tradisi ciuman massal ini hanya dikhususkan bagi para pemuda dan pemudi yang belum menikah. Dilakukan dengan cara berciuman antara pemuda dan pemudi. Mereka dipisahkan dalam dua kelompok, laki-laki dan perempuan yang berbaris satu bujur ke belakang dengan posisi berhadap-hadapan.
Mereka yang akan melakukan ritual omed-omedan berada paling depan dengan posisi digendong. Kemudian mereka saling mendekat. Begitu saling terjangkau, mereka segera berciuman. Ciuman akan berhenti setelah tetua adat membunyikan peluit ataupun menyiramkan air.
Sebelum melakukan atraksi ciuman massal, mereka yang hadir baik peserta, tetua adat hingga yang menonton akan melakukan ritual berdoa.